Sinyalemen bahwa pendidikan Indonesia salah arah sudah lama didengungkan. Ya salah arah, mestinya harus kemana tetapi berbelok ke arah lain sehingga tidak menyentuh kebutuhan bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Bahkan diyakini pendidikan Indonesia tidak sekedar salah arah, tetapi kehilangan arah (Kompas, 5 Mei 2012). Pendidikan dalam konteks Indonesia sekarang lebih diartikan sebagai teknik manajerial persekolahan yang lebih memfokuskan pada aspek kemampuan kognitif serta memarginalkan aspek karakter dan nilai luhur budaya bangsa. Tidak heran jika keluaran atau output dari pendidikan Indonesia adalah manusia-manusia yang individual ego centris, serakah, serta tidak memiliki konvidensi atau keprcayaan terhadap diri sendiri, lebih suka menjadi kuli bagi bangsa lain dan tercerabut dari akar budaya dan karakter bangsa.
Pendidikan sebagaimana tertuang dalam UU Sisdiknas Nomor 20 tahun 2003 pasal I ayat 1, didefinisikan sebagai “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Sementara dalam ayat 2 disebutkan tentang akar pendidikan Indonesia adalah bersumber kepada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
Sedangkan fungsi dan tujuan pendidikan (pasal 3) adalah berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Mendasarkan pada UU Sisdiknas tersebut maka semestinya pendidikan Indonesia :
- Memperkuat dan memperkokoh spiritual keagamaan serta mengimplementasikannya dalam kehidupan riil sehari-hari
- Melahirkan manusia yang mampu mengendalikan diri, tidak liar, santun dan menghormati orang lain
- Mempertahankan budaya Indonesia yang adi luhung
- Mempekuat jati diri dan karakter bangsa
- Menjunjung tinggi akhlak mulia. Akhlak mulia bersumber pada rasa malu. Maka pendidikan Indonesia seharusnya mampu memupuk rasa malu sehingga lahir generasi yang tidak mau korupsi dan malu merugikan orang lain.
- Mencetak generasi mandiri, generasi yang hidup dengan segala potensi diri serta percaya akan kemampuan diri sendiri. Bukannya generasi yang bangga menjadi kuli bagi bangsa lain dan membiarkan sumber daya yang dimiliki dikuras oleh bangsa lain
- Memupuk dan memperkokoh jiwa nasionalisme, semangat persatuan, satu bangsa, dan tebuka bagi suku lain
Dalam prosesnya, pendidikan Indonesia lebih menitikberatkan pada kepentingan jangka pendek dan sesaat. Padahal proses pendidikan sesungguhnya adalah mempersiapkan generasi untuk masa yang akan datang dan bukan menjawab kebutuhan hari ini. Pendidikan adalah proses mempersiapkan generasi penerus yang mengenal Tuhannya, berkahlak mulia, tangguh, mandiri, berkarakter, bertanggung jawab dan mampu membawa Indonesia jauh lebih baik daripada hari ini.Kesalahan proses dan kehilangan arah pendidikan dapat membahayakan generasi penerus, generasi yang bertanggung jawab atas masa depan Indonesia.
Keberhasilan pendidikan Indonesia sesusungguhnya dapat diukur dari seberapa suksesnya pendidikan kita mencetak generasi masa depan dengan kriteria-kriteria di atas dan bukannya dengan angka pada selembar kertas. Pemerintah, guru, orang tua (wali), dan peserta didik sendiri harus menyadari hal ini. Fungsi dan tujuan pendidikan yang mulia jangan sampai tereduksi oleh hal-hal diluar kepentingan pendidikan.
Kesalahan proses dan berbeloknya arah pendidikan Indonesia dipandang harus segera dikembalikan kepada filosofi pendidikan Indonesia sebagaimana yang telah digagas oleh Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan Indonesia harus dikembalikan kepada pendidikan yang bersifat nasionalistik, naturalistik, dan spiritualistik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar